Mengenal Lebih
Dekat Tradisi Imlek
Awalnya Berasal dari Tiongkok
Apa itu Imlek?
Imlek tak ubahnya seperti tahun baru masehi atau tahun baru Hijriah
bagi umat islam. Imlek adalah Tahun Baru Cina. Pada umumnya, yang banyak
merayakan Imlek adalah warga Tiongha. Namun bagi umat lain yang
beraliran sama juga bisa merayakan Hari Raya Imlek. Saat ini Imlek jatuh
pada tanggal 12 Februari 2002 atau Tahun 2553 bagi orang Cina.
Imlek adalah
tradisi pergantian tahun. Sehingga yang merayakan Imlek ini seluruh
etnis Tiongha apapun agamanya, bahkan menurut Sidharta, Ketua Walubi,
masyarakat Tiongha Muslim juga merayakan Imlek.
Asal-usul Imlek
berasal dari Tiongkok. Hari Raya Imlek merupakan istilah umum, kalau
dalam bahasa Cina disebut dengan Chung Ciea yang berarti Hari Raya Musim
Semi. Hari Raya ini jatuh pada bulan Februari dan bila di negeri
Tiongkok, Korea dan Jepang ditandai dengan sudah mulainya musim semi.
Dulunya, Negeri
Tiongkok dikenal sebagai negara agraris. Setelah musim dingin berlalu,
masyarakat mulai bercocok tanam dan panen. Tibanya masa panen bersamaan
waktunya dengan musim semi, cuaca cerah, bunga-bunga mekar dan
berkembang. Lalu musim panen ini dirayakan oleh masyarakat. Kegembiraan
itu tergambar jelas dari sikap masyarakat yang saling mengucapkan Gong
Xi Fa Cai, kepada keluarga, kerabat, teman dan handai taulan. Gong Xi Fa
Cai artinya ucapan selamat dan semoga banyak rezeki.
Adat ini kemudian
di bawa oleh masyarakat Tiongha ke manapun dia merantau, termasuk ke
Indonesia. Dulunya, pada masa Bung Karno, perayaan ini boleh dirayakan
tapi ketika masa Orde Baru, perayaan Imlek dibatasi. Presiden Soeharto
mengeluarkan SK yang isinya mengizinkan, namun dirayakan di tempat
tertutup. Setelah reformasi bergulir, pemerintah memberikan kelonggaran,
terutamapada masa pemerintahan Gus Dur. Hari Raya Imlek menjadi hari
fakultatif dan nantinya ada kemungkinan Imlek dijadikan salah satu hari
besar nasional.
Sekarang
tergantung pemerintah. Kalau pemerintah menganggap Imlek adalah bagian
dari adat istiadat, tidak perlu dilarang, kata Herry Bastian, Ketua
Penasehat Forum Kesatuan Masyarakat Riau. Contohnya bahasa Mandarin,
dulu pemerintah juga melarang, tapi sekarang malahan menganjurkan untuk
mempelajari dengan mendirikan sekolah-sekolah bahasa Asia seperti
Mandarin dan Jepang.
Menurut Herry,
semakin banyak menguasai bahasa bangsa lain, pengetahuan semakin luas.
Dan semakin tahu apa kelebihan dan kebaikan dari bangsa lain. Saya
sering katakan Bung Karno dulunya bersekolah di Sekolah Belanda, tapi
dia bisa memimpin rakyat Indonesia melawan Belanda.
Pembimbing
masyarakat Hindu dan Budha Departemen Agama Riau Drs Nyoman Buditha S
mengatakan untuk menjadikan Imlek sebagai hari libur nasional rasanya
sangat susah, karena harus ada persetujuan dari pemerintah. Harus ada
keputusan dari Menteri Agama RI, dan harus melalui Keputusan Presiden,
katanya.
Barongsai
dan Wushu
Tarian Barongsai
sering ditampilkan dalam perayaan hari-hari besar Tiongha, salah satunya
perayaan Imlek. Menurut bahasa Cina, Sai artinya Singa dan dianggap
sebagai Raja binatang. Ceritanya dulu di Negeri Tiongkok, di setiap
rumah pejabat tinggi ada dua patung Singa. Di samping untuk menjaga
keselamatan, patung Singa dinilai membawa kemegahan, sekaligus juga
membawa kebahagian dan rezeki. Dan entah apa sebabnya, Barongsai
kemudian menjadi tarian pada setiap keramaian yang sifatnya agung.
Selain Barongsai,
ada juga Wushu. Wu artinya silat, Shu berarti seni. Wushu adalah seni
silat. Malahan sekarang Wushu dipertandingkan di PON. Namun di
Pekanbaru, perkembangan Wushu ini belum kelihatan.
Masih
Mengisolasi Diri
Hubungan antara
masyarakat pribumi dengan etnis Tiongha selama ini telah berjalan baik.
Kuncinya, kata Herry, saling menjaga diri dan jangan menyinggung yang
sifatnya keagamaan. Di Riau, jumlah etnis Tiongha sekitar 3-4 persen.
Diperkirakan sekitar 100 ribu orang lebih. Khusus di Pekanbaru sekitar
20 ribu orang lebih.
Kepala Bidang
Penerangan Agama Islam Depag Riau Drs H Syaiful Izam, mengatakan sampai
saat ini kerukunan umat beragama yang ada di Riau masih dalam kondisi
baik. Walau di sana sini banyak terjadi pertikaian, namun itu bukan
termasuk isu sara, melainkan hanya masalah politik belaka. Ke depan,
Depag Riau mempunyai program, yakni mengidentifikasi daerah-daerah rawan
konflik yang ada di seluruh kabupaten dan kota di Riau. Caranya, dengan
mengadakan dialog, melakukan tatap muka antar umat beragama.
Ketua Umum Majlis
Ulama Indonesia (MUI) Riau KH Bachtiar Daud mengatakan Imlek bukan
peringatan suatu agama yang ada di Indonesia, tapi, suatu hari raya pada
umat Kongfhucu, yang pada umumnya mereka adalah orang-orang Cina.
MUI mengharapkan
agar perayaan Imlek nanti mempunyai nilai positif bagi yang
merayakannya. Bagi umat Islam, perayaan seperti ini juga harus
dihormati. Umat Islam diharapkan ikut menjaga ketenangan sewaktu orang
Tiongha merayakan hari raya.
Menurut Bachtiar
selama ini ada kesan di masyarakat bahwa orang Cina yang tinggal di Riau
selalu mengisolasi diri dari masyarakat dikarenakan masalah ekonomi dan
agama. Ke depan, hendaknya masyarakat Cina bisa membaur dengan
masyarakat yang ada di sekitarnya, di mana mereka tinggal, karena mereka
termasuk warga Indonesia, himbaunya.
Shio
Setiap Shio
membawa sifatnya masing-masing. Seperti orang ber-shio Naga, mereka
diyakini mempunyai banyak rezeki. Sesusah-susahnya, mereka tetap hidup
senang. Tahun ini menurut Herry adalah (2002) Tahun Kuda. Kuda dikenal
dengan sosok binatang yang selalu bekerja keras dan mempunyai fisik yang
kuat. Tapi menurut sebagian kalangan, 2002 adalah Kuda air. Selain Shio
Kuda, ada 11 jenis binatang lagi sesuai dengan hitungan bulan di
kalender.
Imbauan
Herry Bastian
mengimbau agar perayaan Imlek dirayakan sewajarnya, secara sederhana,
tidak dengan menghambur-hamburkan uang atau penuh dengan kemewahan. Kita
tidak perlu merayakan secara mewah dan menghambur-hamburkan uang
sementara keadaan ekonomi kita masih dalam keadaan krisis. Kita harus
prihatin dengan keadaan negara kita, imbaunya.
Sekalipun perayaan
ini adalah menyangkut Hak Azasi setiap manusia, kata Herry, tapi orang
Tiongha harus koreksi diri, menahan diri dan tahu diri. Wakil Pimpinan
Bank Panin ini menganjurkan Imlek kali ini lebih baik dirayakan dengan
berkumpul bersama keluarga.
Nyoman juga
mengingatkan agar perayaan ini dilaksanakan secara khidmat dan mengarah
kepada hal-hal yang positif. Bukan malah membuat keributan di
tengah-tengah masyarakat. Kita hidup bukan hanya dalam lingkungan umat
Tiongha sendiri. Tapi kita hidup di lingkungan orang banyak yang beragam
suku dan etnis, katanya mengingatkan.